Kamis, 12 November 2015

Beberapa Hal Yang Dilakukan Orang Pintar

Orang-orang pintar bukanlah orang yang jago mengerjakan soal matematika rumit, tetapi mereka yang memandang sesuatu hal dengan hikmah dan belajar dari masa lalunya, memperbaiki kualitas hidupnya dan mengendalikan amarahnya.

-Aditya Von Herman

ASTERPRESCOTT.BLOGSPOT.COM, Bismillah Hirrahman Nirrahim, selamat pagi Sobat Ast dan semoga semua dalam keadan baik serta sehat selalu. Salah satu dari kekalahan, kegagalan dan kesalahan seseorang dalam menjalani hari-harinya adalah ketidak tepatan dalam mengambil keputusan secara rasional.

Sejatinya setiap orang mempunyai suara yang selalu berbicara padanya ketika dia sedang dihadapi dengan pengambilan keputusan atau hal-hal yang menuntut kebijaksanaan. Lalu bagaimana seseorang yang dikatakan pintar dalam bidang akademis bisa sangat salah mengambil arah?

Berikut beberapa hal yang dilakukan orang pintar sesungguhnya:

1. Mendengarkan Kata Hati Ketimbang Otak

"Hati adalah tempatnya kebijaksanaan sedangkan otak adalah sarang kerakusan dan ketidak puasan" -Aditya Von Herman. Bagaimana seseorang yang pintar dalam bidang akademis bisa salah ambil arah? Semakin tinggi derajat seseorang semakin pula besar tanggung jawabnya, itu...

Apa tuh Herman? Mereka orang-orang yang derajatnya ditinggikan dan diberi sesuatu yang orang lain tidak diberi oleh -Nya mengambil arah yang salah karena mereka tidak mau memikul tanggung jawab, mereka melalaikan tanggung jawab dan lari dari kebijaksanaan kehidupan dan mau jalan pintasnya saja karena frustasi akan susahnya jadi orang baik.

Orang-orang pintar mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaan bukan otak, karena otak tidak bisa membedakan yang mana yang baik dan buruk, karena itu manusia mempunyai hati.

2. Belajar Dari Kesalahan Masa Lalu

Seseorang dikatan cukup revolusioner ketika mereka bisa memperbaiki kekurangan dari waktu ke waktu bukan malah takut mencoba kembali. Jika Anda tidak pernah tahu itu salah lantas bagaimana Anda bisa tahu hal-hal yang dikatakan itu baru benar! -Aditya Von Herman. 

Maka selalu jalani kehidupan berbekal dari kesalahan masa lalu dan perbaiki kualitas diri Anda dan jangan takut salah dalam melakukan karena dari kesalahan Anda dapat menemukan kebenaran.

Salah dulu baru benar menyusul kemudian.

3. Menghargai Pembicaraan

Orang-orang pintar selalu memberi kesempatan lawan bicara untuk mencurahkan semua argumennya. Ada bagian dimana Anda harus tenang mendengarkan dan dimana Anda menjawab lawan bicara Anda.

Dari serangkaian pembicaraan Anda bisa tahu dengan siapa Anda sedang berbicara dia orang pintar atau orang bodoh yang sedang memintari Anda, maka dengarkanlah. -Aditya Von Herman.

4. Menghindari Pertengkaran

Sesuatu yang sulit dikesampingkan jika sudah berhubungan dengan harga diri, bukan begitu Sobat! Yes, saya juga berpikir begitu, "harga diri adalah nomor satu!". Saja juga tidak terima jika ada orang yang melecehkan saya atau orang-orang yang saya sayang dan cintai.

Perlu Anda ketahui pertengkaran adalah langkah akhir dan jika masih ada kebijaksanaan kenapa Anda harus bertengkar dan menjadi bahan tontonan dan disaat itu orang-orang memandang Anda rendahan karena tidak bisa kontrol emosi.

Orang pintar marahnya diam dan menjauh sedangkan orang bodoh marahnya norak dan kampungan. -Aditya Von Herman.

5. Damai Dalam Pembawaan Yang Tenang

Berhati-hatilah dengan para pria yang perutnya tidak bergerak ketika ia tertawa. -Pepatah Canton. Tenanglah Sob dan jangan terlalu mencolok, membaurlah dengan warna dan atmosphere maka jadilah tenang dengan hati yang damai.

Orang-orang pintar tahu bahwa pembawaan yang tenang dan damai menaikkan wibawa dan harga diri pribadi. Jangan terburu-buru santai saja semua berjalan sesuai waktu dan jika Anda mau lebih tenang maka bangunlah lebih awal dan pelihara ibadah selalu serta tetap rendah diri agar Anda tidak mudah ditembak jatuh orang-orang yang kelasnya diatas Anda.

Semua diatas tentunya dilakukan sesuai pengalaman, ketika Anda berusaha mempercayainya Anda tidak akan benar-benar tahu apakah itu benar atau hanya omong kosong, tetapi pengalamanlah yang akan berbicara benar tidaknya kepada seseorang.

Written By : Aditya Von Herman
Time To Write Article : 7:00-9:05 AM

Minggu, 08 November 2015

Lidya: Butuh Waktu Yang Lama, Ini Tidak Terjadi Dalam Semalam

Mualaf ilustrasi


ASTERPRESCOTT.BLOGSPOT.COM, Sekitar akhir 2014, pembicaraan larangan burqa menghiasi media massa nasional di Australia. Apakah burka harus dilarang di parlemen. Ketegangan menguat akibat munculnya ISIS dan bayang-bayang serangan teror.

Mengenang perjalanan hidupnya sembilan tahun silam, ketakutan yang sama juga pernah dialami Lidya sebelum ia memeluk Islam. "Butuh waktu yang lama. Ini tidak terjadi dalam semalam. Saya bahkan tidak tahu bagaimana menggambarkannya," ungkap perempuan Australia itu mengawali kisahnya mengenal Islam, seperti dilansir dari news.com.au, Ahad (1/11).

Lidya memeluk Islam ketika usia 21 tahun. Semua bermula ketika dia masih berada di bangku universitas. Waktu itu, peristiwa 11 September baru saja pecah. Negara-negara Barat mengidap Islamofobia yang sangat akut. Amerika menyatakan perang terhadap terorisme. Hukum kontraterorisme diperkenalkan. Rata-rata orang non-Muslim mengidentikkan Muslim dengan teroris. Mereka alergi dengan hal-hal berbau Islam dan Muslim.

Pemikiran serupa juga muncul di benak Lidya. Dia heran, mengapa Muslim tampak begitu berhasrat menghancurkan Barat, mengancam nyawa orang-orang Barat? Lidya pikir pula, alangkah kasihan Muslimah. Mereka ditindas oleh selembar kain bernama jilbab. Bagi Lidya waktu itu, jilbab sama sekali tidak sesuai dengan semangat feminisme. Lidya mengaku, prasangka dan opini negatif itu terbentuk oleh jalinan asumsi yang telah bercokol di benaknya. "Tentu saja, saya belum pernah bertemu seorang Muslim. Tapi, itu tidak menghentikan saya untuk memiliki pendapat tentang jenis orang macam apa mereka dan bagaimana mereka menjalani kehidupan," kata Lidya.

Pandangannya baru berubah ketika dia menyambangi Masjid Auburn Gallipoli. Mendadak, semua kesalahpahamannya hanyut. Ia menemukan banyak kesamaan mencolok antara Islam dan ajaran Kristen yang selama ini dia anut. Kedua agama itu sama-sama meyakini kenabian Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, dan Yesus.

Secara rutin, ia mulai tertarik pergi ke masjid setiap Sabtu. Lidya ingin tahu, mengapa Islam membenarkan pembunuhan orang tidak bersalah dan mengapa wanita diperlakukan seperti budak. Pintu hidayah perlahan terbuka di depannya.

Teman-teman dan keluarga awalnya berpikir pertobatannya hanyalah sebuah `fase'. Sebaliknya, Lidya merasa menemukan sebuah agama yang jauh berbeda dari gambaran media. Islam bukan teroris seperti yang diberitakan media-media massa. Ayat favoritnya adalah surah al-Maidah ayat 32 bahwa membunuh satu orang, ibarat membunuh manusia seluruhnya.

Tentu saja, Lidya tidak serta-merta masuk Islam setelah itu. Dia butuh waktu lama. Islam terasa begitu asing bagi Lidya. Masuk Islam juga tidak akan dianggap satu prestasi yang membuat koleganya mengucapkan, "Wah, selamat!" Alih- alih ada berbagai kekhawatiran yang menyusup, terutama soal reaksi keluarga dan kolega. "Saya tahu jika saya menerima kenyataan itu, seluruh hidupku akan berubah dan jujur, itu membuatku takut,"katanya gamang.

Kendati demikian, pada usianya yang ke-21, ia memutuskan bersyahadat. Setelah membuat keputusan itu, Lidya sadar dia harus lebih bisa mengendalikan diri. Ketika dia melakukan kesalahan, orang pasti akan mengaitkan kesalahannya dengan identitas Muslim. Sementara, saat orang- orang Nasrani melakukan kesalahan serupa, orang akan memaafkan dengan alasan mereka sedang tak enak hati.

Perempuan Australia itu memutuskan berhijab tak lama setelah masuk Islam. Orang-orang sering bertanya alasan dia memilih berjilbab. "Saya memakainya karena Muslimah dianjurkan memakai jilbab dalam Alquran," kata Lidya sederhana. Menurut dia, memakai jilbab bukan hanya untuk cara menjadi lebih baik secara fisik, tapi juga berarti menjadi lebih baik dalam ucapan dan perilaku (Kenapa orang barat lebih berfikir secara tepat ketimbang muslim sejati? Tugas bagi Anda). Jilbab juga menjadi salah satu cara menjaga diri dari gangguan laki-laki dan menolak eksploitasi seksual terhadap perempuan.

Dia mengatakan, kebanyakan orang Barat percaya, Muslimah mengenakan jilbab demi kaum laki-laki. Mereka mengira Muslimah tertindas. Nyatanya, tidak. Menurut Lidya, mayoritas Muslimah di Australia tidak dipaksa untuk mengenakan jilbab. Mereka membuat keputusan itu secara sadar.

Beberapa di antaranya menemui perlakuan buruk dari keluarga dan rekan dekat, tapi mereka tidak goyah. Itu mustahil kalau mereka hanya mengenakan jilbab karena terpaksa. Dalam salah satu prog ram di stasiun televisi Australia, dia mengungkapkan, pria Muslim juga memiliki batasan yang harus ditutup (aurat).

Jilbab adalah seni. Sementara, wanita lain sibuk dengan rambut, dia sibuk dengan jilbab. Lidya memperkirakan, dia memiliki sekurangnya 100 jilbab dari berbagai warna, kain, ukuran, dan motif. "Apa yang saya pakai tergantung pakaian saya, aksesori saya, musim, ke mana saya akan pergi berikut kode berpakaiannya, atau hal-hal seperti itu tergantung suasana hati saya," katanya.

Islamofobia Kesalahpahaman di kalangan masyarakat Barat itulah yang kadang-kadang memicu kekerasan verbal atau fisik terhadap Muslimah. "Saya pribadi pernah dilecehkan di depan anak saya yang berumur empat tahun. Bagaimana saya bisa menjelaskan pada anak saya mengapa ibunya dihina dan disumpahi? Saya disebut `pelacur Muslim gemuk' oleh seorang wanita Australia karena ya saya memang sedikit gemuk, tapi alasan dia hanya karena saya memakai lipstik," tutur Lidya.

Tiba-tiba, sebagai Muslimah yang memakai jilbab, dia direduksi menjadi sebuah simbol yang terbuka untuk dibedah, didiskusikan, dianalisis, dan dikritik. Ia juga pernah menerima surat kaleng yang menyebut dia `keluar dari pintu belakang dan menembak', 'dia harus dipenggal', atau hal-hal semacam itu.

Menurut Lidya, itu terlihat sangat ironis dan mengecewakan. Orang- orang non-Muslim Australia berbicara menentang ISIS dan kekerasan, tapi mengancam dan menyerang Muslim. "Muslimah Australia adalah orang- orang yang berpendidikan tinggi, peserta aktif dalam demokrasi. Kami bukan pengamat. Kami memiliki suara. Atas alasan apa kalian memilih untuk tidak mendengarkan?" ungkap Lidya. Ia menaruh harapan besar pada pemerintah agar mereka mengambil tanggung jawab sosial dan tidak memperburuk kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Ia meminta media dan orang-orang untuk berbicara dengan istilah yang tepat. Sama seperti membedakan celana pendek dan celana renang, istilah jilbab, burqa, dan niqab juga perlu dibedakan. Ada begitu banyak kesalahpahaman. Lidya menyarankan, apabila non-Muslim ingin tahu tentang Islam, mereka harus datang langsung ke sumbernya. "Ini bukan topik yang kontroversial. Kami tidak menakutkan orang," ujar Lidya. 

Edited By : Aditya Von Herman
Source : republika.co.id

Che Guevara (Ernesto Rafael Guevara de la Serna)

Che Guevara (thechestore.com) ASTERPRESCOTT.BLOGSPOT.COM , Bismillah Hirrahman Nirrahim. Dia dikenal dengan sosok yang revolusioner, berani ...