Selasa, 21 Juli 2015

Hayat Anne Collins Osman: Pada Hari Ini Telah Ku Sempurnakan Agamamu, Telah Ku-cukupkan Nikmat-Ku Bagimu, dan Telah Ku-ridhai Islam Menjadi Agamamu

Mualaf ilustrasi


ASTERPRESCOTT.BLOGSPOT.COM, Hayat Anne Collins Osman dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen Amerika. Waktu itu, orang Amerika masih lebih religius dibanding sekarang. Sebagian besar keluarga pergi ke gereja setiap Minggu. Orang tua Anne pun terlibat dalam komunitas gereja. Mereka memiliki imam atau guru agama di rumah. Ibunya mengajar di sekolah Minggu dan Anne sering membantu. Sejak kecil, ia jauh lebih religius daripada anak-anak lain. Pernah suatu kali saat ia berulang tahun, bibinya memberi Alkitab, sedangkan adiknya diberi boneka. Lain waktu, ia meminta buku doa dan Anne membacanya setiap hari selama bertahun-tahun. 

Ketika ia duduk di bangku SMP, Anne mengikuti program studi Alkitab selama dua tahun. Sampai saat itu, ia telah membaca beberapa bagian Alkitab, tapi tidak mengerti dengan baik. Anne berpikir, sekaranglah kesempatannya untuk belajar. Sayangnya, kata Anne, mereka mempelajari banyak bagian dari Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang tidak bisa dijelaskan, bahkan aneh.  Misalnya, konsep original sin atau dosa turunan dalam Alkitab. Anne punya saudara yang masih bayi, dan menurutnya bayi tidak berdosa. 

Alkitab juga memiliki cerita yang sangat aneh dan mengganggu, misalnya tentang cerita Nabi Ibrahim dan Daud. Ada banyak hal, sangat banyak hal lain yang sebenarnya membuat Anne bingung. Tapi, dia takut bertanya-tanya karena ingin dikenal sebagai gadis yang baik. Untungnya, ada seorang anak yang bertanya dan terus bertanya. Permasalahan paling serius adalah gagasan tentang konsep trinitas. Anne tidak paham. Gadis yang mengambil studi mitologi Yunani dan Romawi ini berpendapat, gagasan trinitas bisa jadi terpengaruh oleh dua kebudayaan besar tersebut. 

Anak laki-laki yang terus bertanya itu menerima banyak jawaban, tapi tak puas. Begitu pula Anne. Guru mereka, seorang profesor teologi di Universitas Michigan, lantas menyuruhnya berdoa meminta peneguhan keimanan. Anne pun ikut berdoa. 

Ketika masih SMA, Anne diam-diam ingin menjadi seorang biarawati. Ia tertarik dengan pola ibadah sepanjang hari, kehidupan yang sepenuhnya untuk Allah, dan cara berpakaian yang religius. Sayangnya, dia bukan Katolik. Anne tinggal di kota Midwestern, di mana umat Katolik merupakan minoritas yang berbeda dan tidak popular. 

Saat berada di universitas, gadis itu terus berpikir dan berdoa. Mahasiswa sering berdebat tentang agama, dan Anne mendengar banyak ide yang berbeda. Seperti Yusuf Islam (Cat Steven), ia mempelajari beberapa gagasan spiritualitas Timur; Buddha, Konghucu, dan Hindu.

Suatu kali, Anne bertemu dengan seorang Muslim Libya. Ia memperkenalkan Anne pada Islam dan Alquran. Dia mengatakan, Islam sangat modern. Islam adalah bentuk paling up to date dari agama-agama wahyu. Tapi, karena Anne melihat Afrika dan Timur Tengah bukan negara maju, ia tidak bisa melihat apa yang modern dari Islam. 

Keluarga Anne kemudian mengajak pria Muslim Libya itu ke gereja saat Natal. Misa itu sama seperti biasa, tapi yang berbeda, pria itu bertanya, “Siapa yang membuat tata cara ibadah ini? Siapa yang mengajarimu ketika kamu berdiri, membungkuk, dan berlutut? Siapa yang mengajarimu cara berdoa seperti ini?” Anne pun menjelaskan sejarah awal gereja, meski pertanyaannya membuat gadis itu marah pada awalnya. Tapi, lama kelamaan itu membuatnya berpikir. 

Apakah orang-orang yang merancang tata cara ibadah ini memang telah memenuhi syarat untuk melakukannya? Bagaimana mereka tahu praktik ibadah harus begini dan begitu? Apakah mereka mendapat instruksi Ilahi? Pertanyaan-pertanyaan itu berkelindan di benak Anne, dan ia belum mendapat jawaban.

Anne tahu dia tidak sudah mempercayai sejumlah ajaran Kristen, tapi gadis itu tetap menghadiri gereja. Saat jemaat membacakan bagian-bagian tertentu seperti Kredo Nicea, diam-diam Anne tidak melafalkannya. Ia merasa terasing, hampir seperti alien di gereja. 

Satu kali, Anne benar-benar merasa jijik. Seorang kawan dekat mengalami masalah perkawinan yang serius, lalu menemui pendeta gereja untuk minta saran. Mengambil kesempatan di tengah kesempitan, pendeta itu mengajak teman dekat Anne ke hotel dan menggodanya. Jika selama ini Anne merasa tidak perlu waspada dengan peran pendeta dalam kehidupan umat Kristiani, sekarang ia merasa harus. Ia pergi ke gereja dan melihat para pendeta itu di depan. Mereka tidak lebih baik daripada jemaat yang hadir, bahkan beberapa lebih buruk. 

Ia heran, mengapa mereka tidak bisa berurusan dengan Tuhan secara langsung, termasuk dalam menerima pengampunan-Nya ? Segera setelah itu, dia membeli Alquran terjemahan di toko buku dan mulai membacanya. Anne membaca Alquran selama delapan tahun. Selama itu pula, ia terus menyelidiki agama-agama lain. Lama kelamaan, Anne semakin sadar dan takut akan dosa-dosanya. Dia tidak lagi percaya pada pengampunan Tuhan model agama Kristen. Dosa-dosa itu terasa begitu membebani, sementara dia tidak bisa melarikan diri. Ia merindukan pengampunan. 

Suatu hari, ia membaca surah Al Maidah ayat 83-84 tentang keimanan para ahlul kitab setelah turunnya wahyu. Anne mulai berharap Islam bisa menjadi jawaban. Ia semakin yakin ketika melihat cara Muslim shalat dalam sebuah berita di TV. Mereka mempunyai cara khusus untuk sholat. Anne juga menemukan sebuah buku panduan sholat yang ditulis non-Muslim dan mencoba mempraktikkannya. Ia shalat dengan cara seperti itu diam-diam selama beberapa tahun. 

Akhirnya, sekitar delapan tahun sejak pertama kali membeli Alquran, ia menemukan surah Al Maidah ayat 3. Pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu, telah Ku-cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. Ia menangis gembira karena ia tahu bahwa jauh sebelum dia tercipta Allah telah menuliskan Alquran untuknya. Allah sudah tahu bahwa Anne Collins di Buffalo, New York akan membaca ayat itu pada tanggal sekian jam sekian. 

Sekarang, ia tahu bahwa ada banyak hal yang harus ia pelajari. Misalnya, cara sholat, membaca Alquran, dan lain-lain. Anne tidak tahu apa-apa tentang Islam. Muslim AS belum sebanyak sekarang dan Anne tidak tahu di mana menemukan mereka. Ia lantas mendapati nomor telepon Islamic Society di daftar buku telepon dan membuat panggilan. Tapi, ketika seorang pria menjawab teleponnya, Anne justru panik dan menutup telepon. Apa yang harus dikatakan? Apakah mereka akan curiga? 

Selama beberapa bulan ke depan, ia beberapa kali menelepon masjid. Setiap kali itu pula ia panik dan menutup telepon. Akhirnya, ia melakukan cara yang dirasa aman, meski menurutnya pengecut. Dia menulis surat meminta informasi. Pengurus masjid kemudian menelepon Anne dan mengirimkan beberapa tulisan tentang Islam. Ia mengatakan kepada mereka keinginannya untuk menjadi Muslim, tapi mereka menjawab, “Tunggu sampai Anda yakin.”

Itu membuatnya agak kecewa. Tapi, Anne tahu mereka benar. Ia harus benar-benar yakin dengan pilihannya karena setelah itu semua tidak akan sama lagi. Siang malam, ia berpikir tentang Islam.  Pada beberapa kesempatan, ia pergi ke sebuah masjid (rumah tua yang dialihfungsi) dan berputar berkali-kali sambil berharap melihat seorang Muslim. 

Sampai suatu hari di awal November 1986, saat tengah bekerja di dapur, tiba-tiba ia merasa apa yang dia lakukan selama ini tak ada beda dengan yang dilakukan Muslim. Masih merasa pengecut, ia mengirim surat ke masjid, menyatakan keislamannya. 

Pengurus masjid menelepon Anne keesokan harinya. Gadis itu menyatakan syahadat melalui telepon. Ia merasa beban dosa itu terangkat dari bahunya. Ia pun menangis dan bersyukur.

Edited By : Aditya Von Herman
Source : republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Che Guevara (Ernesto Rafael Guevara de la Serna)

Che Guevara (thechestore.com) ASTERPRESCOTT.BLOGSPOT.COM , Bismillah Hirrahman Nirrahim. Dia dikenal dengan sosok yang revolusioner, berani ...